Jujur saja istilah kata
‘arsitek/ arsitektur’ baru saya ketahui baru-baru ini. Meski kerap kali saya
dengar kata itu disebutkan. Hingga akhirnya sekarang saya harus berkonsentrasi
memilih apakah nantinya kata-kata itu akan menjadi profesi saya mendatang
ataukah hanya sekedar menjadi objek kajian percuma yang selama kurang lebih
empat tahun saya geluti.
Kalau dibilang saya
mengambil prodi arsitektur ini adalah sebuah ‘kecelakaan’, mungkin tidak juga. Hal
ini terbukti saat pendaftaran SNMPTN saya memilih mengambil prodi arsitektur
sebagai pilihan pertama. Bahkan dua universitas yang saya pilih, masing-masing
saya memasukkan prodi arsitektur untuk memperbesar kemungkinan diterima untuk
prodi arsitektur.
Sebenarnya keputusan
saya untuk kuliah di prodi arsitektur tidaklah berjalan dengan mudah. Ada
beberapa yang harus saya hadapi dan saya korbankan. Kenyataan yang harus saya
hadapi adalah justru datang dari orang tua saya sendiri. Beliau sebenarnya
tidak begitu rela melepas saya dengan pilihan saya yang sebenarnya baru saya
sadari bahwa itu adalah pilihan yang diambil tanpa perhitungan yang matang.
Meski pada saat pengumuman itu tiba raut wajah mereka terlihat ada perasaan
‘bangga’, namun saat itu juga mereka belum memberikan ‘100%’ itu kepada saya.
Mungkin cukup hanya
sekeli itu saja saya lebih mengedepankan ego sendiri. Untuk kedepannya harusnya
hal itu tidak terjadi lagi. Semoga keputusan saya nantinya bisa dapat diterima
oleh orang lain, terutama keluarga saya sendiri.
Untuk kedepannya lagi
yang lebih jauh, jika saya nanti akhirnya benar-benar menjadi seorang arsitek
(amien...), saya berharap ide atau gagasan saya bukanlah untuk meraup
keuntungan untuk saya sendiri. Tetap mempertahankan unsur kebudayaan dan
tradisi setempat, kesakralan tempat ibadah, ataupun tetap mempertahankan nilai
kesakralan bangunan bersejarah.
Semoga pilihan ini
merupakan rencana Allah SWT yang nantinya akan berakhir indah. Amien...
No comments:
Post a Comment