Wednesday 14 May 2014

DARI HUTAN BELANTARA, KINI KOS-KOSAN



SM Cetak - Semarang Metro
21 Maret 2013
Sejarah Kelurahan Tembalang

Deru suara knalpot dan lalu lalang puluhan sepeda motor yang keluar dan masuk ke beberapa gang yang ada di wilayah Kelurahan Tembalang, Kecamatan Tembalang menjadi pemandangan Rabu (20/3) siang yang terik.
Menelusuri sejarah kelurahan yang dahulu merupakan hutan belantara, siang itu cukup mudah. Atas informasi dari Lurah Tembalang, Margono SSos, ada dua sesepuh yang masih hidup dan memahami sejarah. Dia adalah Agus Siswanto (71) dan Sutejo.
Di rumah kayu jati khas Semarangan bercat hijau yang berada di belakang Warung Makan Tegal, Agus Siswanto tinggal. Bapak lima anak dan tujuh cucu pensiunan PNS Dinas Kesehatan Kota Semarang pun menyambut kedatangan Suara Merdeka dengan ramah. Warga Kampung Banjarsari 27 RT 1 RW 1 itu pun mulai membeberkan kisah berdirinya Tembalang yang dia dapat secara turun menurun dari para kakek maupun sesepuh yang terdahulu.
Sebelum berdiri pemukiman padat, kampus Undip, Universitas Pandanaran, Akper, dan puluhan perumahan, Tembalang merupakan hutan belantara. Dua tokoh penyebar agama Islam di Jawa Tengah, Kyai Sirojudin dan Kyai Galang Sewu yang dikenal sebagai tokoh yang melakukan babat alas Tembalang saat itu melakukan perjalanan dari Demak menuju selatan bersama muridnya.
Ketika tiba di sebuah sungai yang juga berdiri pohon Gambir berukuran besar di tepi sungai itu, mereka dikejutkan oleh kedatangan rombongan pasukan yang tidak dikenalnya. ”Terjadilah peperangan kecil. Mereka saling lempar batu dan menembak dengan bambu runcing. Ketika bambu runcing dan batu ditembakkan, pasukan itu hilang.
Kejadian itu terus berulang, ketika ditembak, mereka hilang dengan sendirinya. Kyai Sirojudin dan Kyai Galang Sewu pun bersepakat memberi nama kawasan itu sebagai Tembalang, yang berasal dari tembak dan ilang (hilang-red),” paparnya.
Sementara versi lainnya, nama Tembalang berasal dari kata tambal dan ilang. Nama ini diberikan oleh Ki Ageng Pandan Arang ketika mengadakan inspeksi ke kawasan itu.
Konon pada saat mengadakan inspeksi di daerah ini, Ki Ageng bertemu dengan penduduk yang hendak menambal mata air yang terus menerus membeludak di wilayah ini, sehingga mereka mengadu kepada Ki Ageng.
”Ki Ageng Pandanaran pun kemudian shalat 2 rakaat. Mata air yang membeludak itu akhirnya lenyap, dan kini hanya tersisa 1 mata air kecil di daerah ini yang bernama Tuk Songo. Itu cerita yang turun temurun, soal kebenarannya sendiri, saya tidak tahu mana yang benar,” tandasnya.
Seiring waktu berjalan, Tembalang pun menjadi perkampungan dan dikenal memiliki grup ketoprak yang mampu menjuarai lomba kesenian tingkat Jawa Tengah. Klub sepak bola yang sering menjuarai beragam turnamen pun cukup dikenal di kawasan sekitar Tembalang.
”Tetapi, grup, komunitas yang ada itu hanya menjadi blarak kobong. Ketika masih aktif, dikenal banyak orang. Tapi ya umurnya singkat. Kini, sudah tidak ada lagi,” katanya sambil matanya memandang eternit bermotif bunga di ruang tamu yang panjang itu, kemarin.
Tembalang, kata dia, secara administratif, terjadi pengembangan wilayah hingga tiga kali. PAda 1970-an, Tembalang merupakan salah satu desa di Kecamatan Ungaran, Kabupaten Semarang. Setelah pemekaran wilayah pada 1980-an, menjadi salah satu kelurahan di wilayah Kecamatan Banyumanik.
”Setelah Undip secara resmi pindah ke Tembalang, Pemerintah Kota Semarang kemudian memekarkan wilayahnya dengan menambah jumlah kecamatan. Kelurahan Tembalang menjadi bagian dari Kecamatan Tembalang, sampai sekarang. Dulu, sebelum ada Undip, warga Tembalang menikahnya ya dengan tetangganya sendiri, tapi sekarang berubah. Ada yang menikah dengan warga Papua, Aceh, Kalimantan, Sumatera dan daerah lain di Indonesia,” katanya.
Sesepuh Tembalang lainnya, Sutejo siang itu tidak dapat dijumpai. ”Pak Tejo masih aktif bekerja, kalau mau ketemu sore hari saja,” ujar Lurah Tembalang Margono.
Margono menambahkan, kampus Undip yang berdiri di wilayah Kelurahan Jangli, Bulusan dan Tembalang itu membawa dampak ekonomi dan budaya bagi masyarakat. Hampir mayoritas warga Tembalang menggantungkan hidupnya dari usaha kos-kosan, warung makan dan foto copy.
”Jumlah warga Tembalang saja hanya 5.386, tetapi yang tinggal di Tembalang baik itu kos maupun mengontrak ada sekitar 15 ribu orang. Jumlah kos-kosan saja ada 500-an lebih. Luas lahan Tembalang yang digunakan untuk kampus Undip sendiri mencapai 186 hektar, dan sesuai PP nomor 50 tahun 1990, luas Tembalang sekarang ini tinggal 270 hektar,” papar Margono saat ditemui di sela-sela pembagian e-KTP kepada warganya, kemarin. (Muhammad Syukron-39)
29 April 2014 | 14:11 wib | Semarang

Tanggapan saya      :
Menurut saya, dengan adanya kronologis sejarah perkembangan Kelurahan Tembalang tersebut terdapat sisi positif dan negatifnya masing-masing.
Untuk sisi positifnya sendiri yaitu Kelurahan Tembalang mampu menyediakan lapangan usaha bagi masyarakat setempat maupun luar daerah. Misalnya saja dapat membuka tempat hunian sewaan atau kos-kosan bagi mahasiswa UNDIP yang berasal dari luar daerah. Atau dapat pula membuka usaha-usaha lain misalnya membuka warung makan, tempat fotokopi, jasa laundry pakaian, dan sebagainya. Usaha-usaha tersebut mampu menghasilkan nilai ekonomis bagi masyarakat setempat karena usaha-usaha tersebut merupakan kebutuhan-kebutuhan pokok yang diperlukan oleh mahasiswa yang berdomisili disana.
Sedangakan jika dilihat dari sisi negatifnya, sebenarnya sangat disayangkan apabila harus membabat hutan yang lebat di Kelurahan Tembalang tersebut. Apalagi jika kita melihat dari kondisi Kota Semarang bagian bawah yang persentase Ruang Terbuka Hijau (RTH)nya di bawah dari peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Sehingga kesimpulan saya, ini merupakan salah satu penyebab banjir atau sebatas genangan air yang tak kunjung surut yang kerap kali melanda Kota Semarang bagian bawah. Memang Kabupaten Semarang masih memiliki daerah-daerah hijau yang lain, yang salah satunya di daerah Gunung Pati. Namun hal ini juga tidak akan bisa membuat kita bernafas lega selamanya karena daerah Gunung Pati sendiri sudah 20 tahun terakhir ini telah berdiri UNNES dan jumlah orang yang berdomisili di sana pun juga telah meningkat setiap tahunnya. Jadi tidak bisa dipungkiri lagi jika nantinya Gunung Pati juga akan mengalami hal yang serupa dengan Kelurarahan Tembalang.
Kita memang tidak bisa mengetahui apa yang akan kita butuhkan untuk tahun-tahun mendatang. Namun kita juga harus tetap bisa mengendalikan sikap atau ego kita sendiri. Kita tidak boleh mengorbankan lingkungan hidup di sekitar kita untuk kepentingan kita sendiri. Seharusnya pikirkan juga untuk kelangsungan hidup anak cucu kita nantinya. Karena menurut saya, sebagian besar pembangunan yang terjadi di negeri ini adalah kepentingan materialistis seseorang atau kelompok tertentu semata.

Sumber : http://m.suaramerdeka.com/index.php/read/cetak/2013/03/21/219071

Saturday 3 May 2014

MIND MAP STUDIO PERANCANGAN ARSITEKTUR (SPA)



Kali ini saya akan memposting mengenai mata kuliah saya, Architectural Design atau Studio Perancangan Arsitektur (SPA). Konsep saya ini akan saya sajikan dalam bentuk ‘Mind Map’.
Berikut ini hasil Mind Map buatan saya......
1.      Alur Pikir

Dalam bagian alur pikir di atas membahas langkah-langkah dalam menyusun desain bangunan. Alur pikir tidak selalu maju, namun terkadang harus meninjau kembali ke langkah sebelumnya untuk melakukan feed back control.
2.      Aktivitas Pelaku

Bagian ini menjelaskan aktivitas-aktivitas apa saja yang terjadi di dalamnya oleh setiap penghuninya, yang nantinya akan mempengaruhi ruang apa saja yang nantinya dibutuhkan.
3.      Program Ruang

Program ruang ini mencakup persyaratan ruang, kelompok ruang, dan hubungan ruang. Nantinya kita dapat meletakkan ruang-ruang tersebut pada zona yang sesuai akan kebutuhannya.
4.      Besaran Ruang




Besaran ruang ini diperlukan untuk menyesuaikan luas lahan yang tersedia untuk didirikannya bangunan tersebut.
5.      Sirkulasi Ruang

Sirkulasi ruang ini untuk mengetahui bagaimana lalu lintas atau cara mengakses untuk menuju suatu ruangan tertentu.
6.      Organisasi Ruang

Organisasi ruang diperlukan untuk mengetahui di area mana ruang-ruang tersebut nantinya diletakkan sesuai dengan kelompok-kelompok ruangnya.
7.      Analisis Site

Analisis site ini untuk mengetahui zona mana yang sesuai untuk perletakan ruang-ruang menurut aspek-aspek yang telah ditentukan sebelumnya guna memaksimalkan fungsi ruangnya.
8.      Zonning Akhir

Zonning akhir merupakan kesimpulan dari analisis site maupun analisis data yang sudah melewati beberaa pertimbangan sebelumnya.